Ragam Bahasa

Pengertian Ragam

Menurut Bachman (1990), “ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda  menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara.”
Menurut Dendy Sugono (1999), “bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.”
Menurut Fishman ed (1968), suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak tertutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi anutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Dalam pada itu perlu yang perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan.

Ragam Lisan dan Tulis

Ragam lisan adalah bahasa yang diujarkan oleh pemakai bahasa. Kita dapat menemukan ragam lisan yang standar, misalnya pada saat orang berpidato atau memberi sambutan, dalam situasi perkuliahan, ceramah; dan ragam lisan yang nonstandar, misalnya dalam percakapan antarteman, di pasar, atau dalam kesempatan nonformal lainnya.
Ragam Bahasa Lisan adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. 

Ciri-ciri ragam bahasa lisan diantaranya  :
1.     Memerlukan kehadiran orang lain.
2.     Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap.
3.     Terikat ruang, waktu dan dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.

Ragam bahasa lisan memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:
1.     Dapat disesuaikan dengan situasi.
2.     Faktor  efisiensi.
3.     Faktor kejelasan karena pembicara menambahkan unsur lain berupa tekan dan gerak anggota badan agar     pendengar mengerti apa yang dikatakan seperti situasi, mimik dan gerak-gerak pembicara.
4.     Faktor kecepatan, pembicara segera melihat reaksi pendengar terhadap apa yang dibicarakannya.
5.    Lebih bebas bentuknya karena faktor situasi yang memperjelas pengertian bahasa yang dituturkan oleh          penutur.
6.  Penggunaan bahasa lisan bisa berdasarkan pengetahuan dan penafsiran dari informasi audit, visual dan kognitif.

Sedangkan kelemahan ragam bahasa lisan diantaranya sebagai berikut:
1.     Bahasa lisan berisi beberapa kalimat yang tidak lengkap, bahkan terdapat frase-frase sederhana.
2.     Penutur sering mengulangi beberapa kalimat.
3.     Tidak semua orang bisa melakukan bahasa lisan secara baik.
4.     Aturan-aturan bahasa yang dilakukan seringkali menggunakan ragam tidak formal.

Ragam tulis adalah bahasa yang ditulis atau yang tercetak. Ragam tulis pun dapat berupa ragam tulis yang standar maupun nonstandar. Ragam tulis yang standar kita temukan dalam buku-buku pelajaran, teks, majalah, surat kabar, poster, iklan. Kita juga dapat menemukan ragam tulis nonstandar dalam majalah remaja, iklan, atau poster. Ragam bahasa tulis tidak terkait ruang dan waktu sehingga diperlukan kelengkapan struktur sampai pada sasaran secara visual atau bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan dan kosakata.

Ciri-ciri ragam bahasa tulis adalah sebagai berikut:
1.     Tidak memerlukan kehadiran orang lain.
2.     Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap.
3.     Tidak terikat ruang dan waktu.
4.     Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.

Sama halnya dengan ragam bahasa lisan, ragam bahasa tulis juga memiliki kelemahan dan kelebihan.  Adapun kelebihan dari ragam bahasa tulis diantaranya:
1.  Informasi yang disajikan bisa dipilih untuk dikemas sebagai media atau materi yang menarik dan menyenangkan.
2.     Umumnya memiliki kedekatan budaya dengan kehidupan masyarakat.
3.     Sebagai sarana memperkaya kosakata.
4.   Dapat digunakan untuk menyampaikan maksud, membeberkan informasi atau mengungkap unsur-unsur emosi sehingga mampu mencanggihkan wawasan pembaca.

Sedangkan kelemahan dari ragam bahasa tulis siantaranya sebagai berikut:
1.     Alat atau sarana yang memperjelas pengertian seperti bahasa lisan itu tidak ada akibatnya bahasa tulisan       harus disusun lebih sempurna.
2.     Tidak mampu menyajikan berita secara lugas, jernih dan jujur, jika harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa      yang dianggap cenderung miskin daya pikat dan nilai jual.
3.     Yang tidak ada dalam bahasa tulisan tidak dapat diperjelas atau ditolong, oleh karena itu dalam bahasa          tulisan diperlukan keseksamaan yang lebih besar.

Contoh perbedaan ragam bahasa lisan dan ragam bahasa tulis (berdasarkan tata bahasa dan kosa kata) :
1.     Tata Bahasa
(Bentuk kata, Tata Bahasa, Struktur Kalimat, Kosa Kata)
a.     Ragam bahasa lisan :
-         Nia sedang baca surat kabar
-         Ari ingin nulis surat
-         Tapi kau tak boleh nolak lamaran itu
b.     Ragam bahasa Tulis :
-         Nia sedang membaca surat kabar
-         Ari ingin menulis surat
-         Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu. 
2.     Kosa kata
Contoh ragam lisan dan tulis berdasarkan kosa kata :
a.     Ragam Lisan
-         Ariani bilang kalau kita harus belajar
-         Kita harus bikin karya tulis
-         Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b.     Ragam Tulis
-         Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar
-         Kita harus membuat karya tulis.
-         Rasanya masih terlalu muda bagi saya, Pak.

Berdasarkan beberapa ciri serta kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh ragam bahasa lisan maupun tulis, berikut ini dapat kita tarik beberapa perbedaan diantara kedua ragam bahasa tersebut, yaitu:
1.     Bahasa lisan didukung isyarat paralinguistik.
2.     Bahasa tulis dapat menyimpan informasi tanpa bergantung pada ruang dan waktu.
3.     Bahasa tulis dapat memindahkan bahasa dari bentuk oral ke bentuk visual, memungkinkan kata-kata lepas     dari konteks aslinya.
4.     Sintaksis bahasa lisan kurang terstruktur dibandingkan dengan sintaksis bahasa tulis.
5.     Bahasa tulis banyak mengandung penanda metalingual yang menghubungkan antara frasa-klausa.
6.     Struktur bahasa tulis umumnya subjek-predikat, bahasa lisan memiliki struktur ‘topik-sebutan’ (topic-           comment)(Givon).
7.     Bahasa lisan jarang menggunakan konstruksi pasif.
8.     Bahasa lisan sering mengulangi bentuk sintaksis.
9.     Bahasa lisan dapat diperhalus sambil terus berbicara.

  Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

a.     Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)
       Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak pada pelafalan “b” pada posisi awal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dan lain-lain. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan “t” seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.

b.     Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur
     Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

c.      Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
       Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.

Bahasa baku dipakai dalam :
1.       Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah    atau pelajaran.
2.       Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru atau dosen,            dengan pejabat.
3.       Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
4.       Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.

Ragam Bahasa menurut Pokok Persoalan atau Bidang Pemakaian

Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda.
Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi atau perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi.
Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa. Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata atau ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau majalah dan lain-lain.


Referensi :
-         t_wahyu.staff.gunadarma.ac.id
-         Syamsuddin AR. 1992. Studi Wacana. 1992. Bandung: Mimbar Bahasa dan Seni.
-         Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.

    logo gunadarma