Dengan tergesa
Fani yang terdaftar sebagai mahasiswa tingkat akhir universitas tinggi negri
Jakarta melangkah masuk kelas, hari itu Fani terlambat dan memang bukan hal
yang aneh karena memang setiap hari pun ia selalu melakukan hal yang sama. Pada
waktu yang sama Doni melangkah masuk
dengan kondisi setengah lari karena takut terlambat. Mereka datang dari arah
yang berbeda, menuju satu pintu yang hanya dapat dilewati oleh satu orang. Sudah
pasti harus ada yang mengalah, namun tidak begitu keadaannya, mereka
bertabrakan dan terjatuh di depan pintu. Seketika suasana ruang kelas ramai
menertawakan mereka. “Hei bisa anda mengalah dengan wanita?” ucap Fani dengan
nada tinggi. Doni hanya menjawab dengan senyuman dan beranjak masuk kelas. “Ih...”
keluh Fani kesal sambil beranjak masuk kelas.
“Sampai disini
kuliah kita, jangan lupa mengerjakan tugas. Selamat pagi” ucapan dosen yang
menandakan waktu kuliah telah selesai. Doni yang merasa bersalah menghampiri
Fani dan tersenyum ramah. “Apa liat-liat? Mau cari masalah?”bentak Fani. “Maafkan
saya ya Fan, saya tadi tidak sengaja karena saya tergesa-gesa. Saya juga minta
maaf karena tadi tidak langsung meminta maaf. Saya tau kamu pasti sedang emosi,
jadi saya tidak mau memperkeruh keadaan. Saya hanya ingin membicarakan masalah
ini saat situasi sudah tenang. Sekali lagi maafkan saya ya” ucap Doni dengan
lembut. Seketika Fani diam dan menghela nafas seakan semua emosinya sirna. Tanpa
berkata apapun Fani beranjak pergi dari hadapan Doni, dengan hati bergejolak
menahan diri yang tidak bisa dipungkiri bahwa Fani memang menyukai Doni.
Seminggu
berlalu, situasi pun sudah membaik, seperti biasa mereka memang bukan sahabat
tapi mereka cukup dekat. “Hai Fan, sudah mengerjakan tugas bahasa inggris?”
sapa Doni. “Belum Don, kamu sudah? Bisa tolong bantu?” ucap Fani dengan muka
tersenyum menja berharap Doni mau membantunya. “Sudah kok, sini saya ajarkan”
balas Doni santai. Mereka memang sering bekerja sama dalam hal tugas. Doni
mahasiswa berprestasi yang setiap tahunnya meraih medali mahasiawa berprestasi
bukanlah orang yang sombong. Ia selalu membantu siapapun yang datang untuk
meminta ilmu padanya. Fani mahasiswa yang cukup pintar, namun kurang
berprestasi dalam bidang akademik, karena dia memang seakan dilahirkan untuk
menjadi seorang relawan. Ya, Fani adalah anggota organisasi yang sangat aktif
dalam bidang sosial. Perbedaan itu yang membuat mereka saling tertarik. Sampai akhirnya
Doni pun berniat untuk menyatakan perasaannya saat ia dan Fani menjadi sarjana.
Saat yang
dinantikan Doni pun tiba, tepat di hari wisuda Doni menyatakan perasaannya pada
Fani. Tak disangka Fani tidak menerimanya, dengan alasan belum siap menjalani
sebuh komitmen. Fani memang sangat membohongi dirinya saat itu, ia menangis
saat harus melihat wajah Doni yang sangat kecewa dengan jawabannya. Fani hanya
berniat untuk menguji sampai dimana Doni mencintainya, apakah dengan cintanya
ia tolak Doni akan beralih pada wanita lain. Jika tidak, barulah ia akan
menerima cintanya. Fani memang seorang wanita yang senang dengan perjuangan,
dan ia sangat ingin Doni memperjuangkan cintanya.
Acara wisuda
pun selesai, hubungan mereka seakan menjauh karena kejadian beberapa jam yang
lalu. Tapi Doni berusaha untuk menerima apapun keputusan Fani tanpa mengerti
apa yang sebenarnya Fani rasakan. Dengan tatapan kosong Doni berjalan menuju
mobil yang selalu setia menantinya di parkiran. Entah bagaimana hancurnya hati
Doni yang telah 4 tahun memendam perasaannya harus menelan kekecewaan yang
teamat perih. Dengan kesedihan yang
masih menyelimuti hatinya ia pun bergegas menginjak gas dan berlalu dari
keramaian.
Telepon Fani berdering, terlihat nama Doni
dilayar handphone. “Doni? Ada apa ya” bertanya pada diri sendiri dengan nada
senang sekaligus penasaran. Dengan cepat Fani menjawab telepon dan terdengar
suasana yang ricuh saat itu. “Halo?Don? Ada apa? Berisik banget sih” ucap Fani
penasaran. Namun bukan suara Doni yang terdengar, melainkan seorang ibu yang
panik dan tergesa-gesa. “Mba temennya yang punya handphone ini? Ke rumah sakit
ya mba sekarang, orang yang punya handphone ini kecelakaan, kehilangan banyak
darah dan sekarang nyawanya sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Kesini cepet ya
mba” ucap si ibu dengan nada panik. Keadaan berubah tidak menentu, penyesalan
dan kesedihan yang kini tergambar dalam benak Fani. Kini Fani hanya dapat
menyampaikan perasaan cinta yang sebenarnya ia sembunyikan di depan sebuah
gundukan tanah bertabur bunga yang tertanam sebuah nisan dengan nama Doni
Sukmayadi.